Budaya di Indonesia
Kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sebuah kebudayaan besar biasanya
memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur),
yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan
kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub kultur disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas,
aesthetik, agama, pekerjaan dan lain-lain. Berikut ini salah satu contoh
kebudayaan masyarakat yang beraneka ragam yang ada di indonesia.
A.
Masyarakat Papua
Didaerah papua ada sebuah tradisi
yang hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh para
Yakuza (kelompok orangasasi garis keras yang terkenal di Jepang), yaitu
seseorang harus memotong salah satu jari mereka sebagai ungkapan penyesalannya.
Pemotongan jari dilakukan apabila anggota keluarga terdekat seperti suami,
istri, ayah, ibu, anak, kakak, atau adik meninggal dunia. Seperti kisah seorang
ibu asal Moni (sebuah suku di daerah Paniai), dia bercerita bahwa jari
kelingkingnya digigit oleh ibunya ketika ia baru dilahirkan. Hal itu terpaksa
dilakukan oleh sang ibu karena beberapa orang anak yang dilahirkan sebelumnya
selalu meninggal dunia. Dengan memutuskan jari kelingking kanan anak baru saja
ia lahirkan, sang ibu berharap agar kejadian yang menimpa anak-anak sebelumnya
tidak terjadi pada sang bayi. Hal ini terdengar sangat eksrim, namun
kenyataannya memang demikian, wanita asal Moni ini telah memberikan banyak cucu
dan cicit kepada sang ibu.
Pemotongan jari dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang memotong
jari dengan menggunakan alat tajam seperti pisau, parang, atau kapak. Cara
lainnya adalah dengan mengikat jari dengan seutas tali beberapa waktu lamanya
sehingga jaringan yang terikat menjadi mati kemudian dipotong.
Didaerah papua juga terdapat sebuah
tradisi unik dalam menjaga ikatan
persaudaraan dengan seluruh anggota keluarga maupun kerabat dekat mereka.
sebagaimana ritual adat pada umumnya, Mansorandak pun menyelipkan dimensi
mistik di dalamnya. Sebelum masuk rumah, anggota keluarga yang baru pulang
harus melalui serangkaian prosesi, diantaranya mandi kembang berbagai rupa.
Melalui prosesi mandi kembang yang ditaruh dalam wadah piring adat, diharapkan
sang saudara yang baru pulang, akan terbebas dari roh-roh jahat yang mungkin
saja ditanam atau dikirim oleh oleh orang-orang yang tidak senang terhadapnya
di tempat perantauan. Ritual Mansorandak secara umum terbagi dalam 3 bagian,
pertama prosesi penyambutan yang dilakukan di luar rumah. Pada bagian ini,
anggota keluarga yang baru tiba, disambut oleh beberapa orang tua, bisa
laki-laki maupun perempuan, untuk kemudian diantar ke pintu masuk, dimana telah
menunggu seluruh keluarga besar. Selanjutnya anggota keluarga yang baru tiba
dimandikan dengan air kembang yang ditaruh dalam piring adat berukuran besar.
Dari situ, dimulai bagian kedua yakni prosesi mengitari piring adat dan injak
‘buaya’. Di sini, orang yang baru datang digiring masuk ke sebuah ruangan
khusus. Dalam ruangan itu sudah ditempatkan 9 buah piring adat mulai dari
ukuran kecil hingga ukuran terbesar.
Pada
bagian kepala dari deretan piring itu, terbaring seekor buaya. Namun jangan
kaget dulu, buaya yang ada di situ adalah buaya buatan dari tanah. Prosesi
dimulai dengan menyiramkan air ke kaki anggota keluarga yang baru datang, sebagai
tanda yang bersangkutan telah bebas dari pengaruh-pengaruh gaib. Setelah itu,
dia bersama seluruh anggota keluarga lainnya melakukan prosesi mengitari piring
adat sebanyak 9 kali. Angka 9 baik pada jumlah piring adat maupun jumlah
putaran yang harus dilalui melambangkan jumlah marga (keret) dalam masyarakat
suku Doreri. Ritual mengitari piring adat ini, diakhiri dengan acara injak
‘buaya’ oleh sang anggota keluarga yang baru datang. Hewan Buaya sebagai
binatang buas yang bertubuh besar dan kuat melambangkan tantangan, penderitaan
dan cobaan hidup yang akan menyertai jalan hidup kerabat mereka yang baru
datang itu. Bagian ketiga yang merupakan bagian terakhir adalah prosesi makan
bersama. Prosesi makan bersama ini pun memiliki ciri khas sendiri karena
makanan yang menjadi hidangan utama, seluruhnya digantung menggunakan
tali di bagian atas rumah.
B.
Masyarakat Jawa
Kepercayaan Masyarakat Jawa asli yang bersifat
transendental lebih cenderung kepada paham animisme dan dinamisme. Sedemikian
kuatnya religi animisme dan dinamisme itu mengakar pada karakter asli
masyarakat jawa, hingga ragam budaya dan kepercayaan apapun yang bersentuhan
dengan religi jawa, tetap saja tidak banyak berpengaruh secara signifikan bagi
perubahan esensial religi animisme dan dinamisme yang menjadi simbol kejawen
tersebut.
Kepercayaan
masyarakat jawa yang animisme dan dinamisme berawal ketika mereka menganggap
tuhan adalah barang gaib yang berjarak jauh dan paling asing bagi mereka.
Keadaan inilah yang membuat mereka masuk ke dalam sikap keagamaan yang disebut
dengan deisme. Dengan menjauhkan Tuhan dari ruang lingkup insani, maka
manusia terbawa oleh kecenderungan hatinya yang selalu dekat dengan hal ghaib
selain Tuhannya. Misalnya dengan mempersonifikasikan Tuhan dalam bentuk alam
semesta ini, yaitu matahari, bulan dan bumi, inilah yang disebut dengan proses
mitologisasi alam. Sikap ini juga bisa dikatakan sebagai upaya konkritisasi
hal-hal yang abstrak.
Model lain adalah dengan
mengkhayalkannya sebagai penghuni pohon atau arwah para leluhur yang sering
disebut dengan animisme dan manisme. Akhirnya daya ghaib dianggap
bersemayam dalam benda alam seperti gunung, batu, air dan api inilah yang
disebut dengan dinamisme.
C.
Masyarakat Dayak Punan kuno
Punan
adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Dayak Punan juga tersebar di Sabah dan
Serawak, Malaysia Timur yang menjadi bagian dari Pulau Kalimantan. Keadaan
hidup primitif ini membawa mereka selalu berpindah pindah dari satu tempat ke
tempat lainnya dan terus menghindar dari kelompok manusia lain. Masyarakat
punan sangat percaya bahwa roh yang meninggal akan bergentayangan membuat
mereka tak akan merasa tenteram. Orang
Punan sangat ditakuti oleh suku lainnya karena merupakan suku yang berani dan
berilmu tinggi. Mereka memiliki kelebihan insting dalam berburu dengan
kecepatan luar biasa. Selain itu masyarakat suku punan termasuk dalam kategori
suku kanibal karena mempunyai kebiasaan memenggal, memakan hati dan isi perut
lawannya adalah hal yang lumrah mereka lakukan. Mereka juga punya kebiasaan
memakan bagian punggung kanan musuhnya yang tewas dalam perang karena bagian
tubuh itulah yang diyakini paling enak dimakan.
Kesimpulan
Dari
bahasan-bahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki beraneka
ragam kebudayaan dan kepercayaan. Budaya indonesia haruslah dijaga agar dapat
memperkokoh ketahanan budaya bangsa. Selain itu kita harus saling toleransi
tentang kepercayaan yang dianut oleh setiap masyarakat, dan menganggap
kebudayaan dan kepercayaan yang
berbeda-beda menjadi sebuat ciri has negara kita.
0 komentar:
Posting Komentar