September 2013 | Dwi Panca Agustini

Minggu, 29 September 2013

KOPERASI

Diposting oleh Dwi Panca Agustini di 20.54 0 komentar

Apakah Koperasi di Indonesia Sudah Menjadi Soko Guru

Koperasi diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai pengganti UU No. 12 Tahun 1967. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Perkoperasian dinyatakan bahwa koperasi adalah : “Badan usaha yang beranggotakan orang- orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas kekeluargaan”. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Tetapi banyak hal yang perlu dipertanyakan mengapa sampai sekarang koperasi belum bisa menjadi soko guru di Indonesia? 
Soko guru berarti tiang utama, tiang utama perekonomian Indonesia. Menurut saya pribadi kenapa koperasi di Indonesia belum bisa menjadi soko guru karena beberapa hal diantaranya yaitu:
1.     Kurangnya perhatian Pemerintah ( dalam memberdayakan koperasi) , Pemerintah justru memanjakan koperasi
2.     Pengelolaan yang tidak profesional , ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
3.     Kinerja para anggota yang kurang berkompeten
4.     Minat masyarakat masih sangat rendah
5.     Kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota
6.    Kurangnya kejujuran para anggota koperasi
7.    Kondisi yang tidak kondusif, seperti distorsi pasar, kebijakan ekonomi seperti misalnya kebijakan proteksi yang anti-pertanian, dan sebagainya
KOPERASI belum menjadi soko guru ekonomi Indonesia seperti yang didengung-dengungkan selama ini. Koperasi di Indonesia masih sebatas soko murid atau hanya bersifat pelengkap dalam percaturan bisnis nasional. "Bahkan Jangankan soko guru, kondisi soko murid pun belum layak disandang oleh koperasi-koperasi di Indonesia," kata Ketua UKM Center Fakultas Ekonomi UI, Nining I Soesilo, di Jakarta. Konsep koperasi di Indonesia sudah bagus dan tertuang dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Namun, sayangnya, konsep ini hanya sering muncul sebagai wacana. Koperasi dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Hal itu dikarenakan pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak mengalami kemajuan. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus-menerus menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan yang baik, walaupun bentuk dananya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan pengawasan dan bantuan akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing. Karena banyak kredit program yang diterima koperasi (utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.

Selain itu, usaha koperasi senantiasa bertolak pada mulanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tertentu para anggotanya. Sedang usaha bukan koperasi (Perorangan, CV, Firma, PT, persero, dan lainnya) berorientasi pada pasaran umum atau konsumen umum. Karena perbedaan titik tolak ini, maka motifnya berbeda. Ini berkaitan dengan penerapan salah satu prinsip ekonomi seperti efisiensi. Efisiensi usaha bukan koperasi adalah, kalau laba dapat diperoleh setinggi-tingginya. Usaha koperasi efisiensi kalau pelayanan kepada anggota dapat dilakukan sebaik-baiknya. Keduanya memerlukan modal, biaya, namun tujuannya berbeda. Memang cukup banyak koperasi di Indonesia, tetapi hanya beberapa yang dapat menjadi koperasi yang sukses. Dengan adanya koperasi-koperasi yang sukses ini banyak yang melirik, hal tersebut dikarenakan di sana ada bergelimpangan uang yang bisa digunakan untuk apa saja. Seperti biasa, kaum politisi juga mulai tertarik. Dan itulah yang terjadi, koperasi menjadi perebutan partai politik. Politisasi koperasi, tidak mampu mempertahankan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, bahkan sebaliknya. Dapat dipahami, karena koperasi sejatinya memang harus lepas dari politik. Koperasi akan tetap sebagai soko guru perekonomian Indonesia, kalau platformnya adalah ekonomi, bukan politik ataupun kepentingan perorangan/golongan. Inilah yang mestinya harus dikembalikan, agar koperasi kembali ke jati dirinya. Jati diri koperasi itu adalah kegotong-royongan.
 

Dwi Panca Agustini

Copyright© All Rights Reserved by Dwi Panca agustini