06/29/14 | Dwi Panca Agustini

Minggu, 29 Juni 2014

Tugas Softskill Pendidikan Kewarganegaraan

Diposting oleh Dwi Panca Agustini di 17.27 0 komentar

Kemerdekaan!!!
Masih merdekakah kau Indonesia
setelah kau rajut usia dari debu-debu jalan raya
dalam kaleng rombeng
recehan angka milik pengemis belia
yang mendendangkan kidung lara
bersama hembusan dupa dari opelet tua

masih merdekakah kau Indonesia
ketika musyawarah berubah dari mufakat
menjadi siasat
ketika wakil rakyat lebih mewakili penjahat
ketika gedung dewan lebih mirip kandang hewan
dan ketika pejabat negara tega menjadi pengkhianat bangsa

Masih merdekakah kau Indonesia
dalam kemerdekaan yang kau sendiri tak paham maknanya
karena matamu telah dibutakan
dan mulutmu disekat rapat-rapat
serta telinga cuma sekedar bunga tanpa rupa

Masih merdekakah kau Indonesia
padahal telah banyak disumbangkan darah dan air mata
dan berjuta nyawa yang akhirnya cuma sekedar wana luka

Masih merdekakah kau Indonesia?




CERPEN KEMERDEKAAN~~~

Indonesia……Indonesia…..Indonesia…..

Teriakan seperti itu terdengar jelang pertandingan sepak bola Indonesia menghadapi Thailand malam ini. Tidak termasuk rumah Pak Abi, anak-anaknya sangat optimis Indonesia bisa menang. Kecuali Fitri, sang kakak sulung yang tidak pernah yakin Indonesia bakal menang, “Thailand tetap lebih baik di banding Indonesia” katanya sambil duduk di kursi menunggu pertandingan mulai. “Jangan gitu kak, buktinya Malaysia sama Laos aja di abisin”, Haris si bungsu membalas. “Yaudah sekarang kita liat aja Indonesia mainnya gimana”, kata Aryo bijak. Pak Abi yang baru saja membeli makanan di luar hampir ketinggalan kick off-nya. “Sudah kick off belum?”, tanya Pak Abi. “Belum yah, kok lama banget sih beli makanannya?”, tanya Aryo. “Tadi belinya antri banyak banget”, balas ayah. Tak lama mereka berbincang kick off mulai, Babak pertama skor masih tanpa gol. “Yah kalo gini mah mana bisa ngalahin Thailand kayak Malaysia dan Laos”, sesal Haris. “Jelas ga bisa dong ris, Thailand itu raksasa ASEAN, bisa apa negara kecil kayak kita ngalahin Thailand?”, tanya Fitri. “iiihh…kakak ini gak punya rasa nasionalisme ya?”, geram Haris. Pak Abi langsung menenangkan,”sudah sudah jangan berkelahi, itu makanannya dimakan keburu dingin, mumupung babak kedua belum mulai”. Harapan Fitri terwujud, Thailand mencetak gol. “Apa kataku, Thailand masih terlalu tangguh”. Haris mulai kesal dengan ucapan kakaknya itu, “liat saja nanti pasti Indonesia menang”. Memang betul apa yang di kata Haris, Bambang Pamungkas mencetak dua gol pinalti dan mengalahkan Thailand. “Horee… Indonesia menang…..tuh kan kak liat sendiri gimana Indonesia sekarang? Thailand di libas” , Haris sambil berjoget di depan muka kakaknya. Fitri cemberut dan berkata, “gol pinalti aja bangga”. “Yang penting menang weee….”, Haris sambil menjulurkan lidahnya.
Pagi harinya Fitri sekolah, dan teman-temannya semua membicarakan kemenangan Indonesia. Fitri hanya terdiam kalau temannya membicarakan kemenangan Indonesia. “Fit, lo kok diem aja sih? Indonesia kan menang tadi malam”, tegur Devi. “iya nih masa’ timnas menang murung, gak ada nasionalismenya nih”, tambah Rini. “iya gue tau kok Indonesia hebat sekarang ini”, jawab Fitri. “Nah terus kenapa lo tetep murung? Apa yang bikin rasa cinta tanah air lo itu berkurang sih?”, tanya Erwin penasaran. “gak tau juga win”, jawab Fitri polos.
Tak lama kemudian guru Bahasa Indonesia masuk dan memberi tugas, “berhubung besok sekolah kita kedatangan tamu dari dinas pendidikan, kita akan membuat acara dan ibu menunjuk Fitri berpidato tentang kemenangan Indonesia”. Fitri terkejut dan tidak percaya. Namun akhirnya Fitri menerimanya.
Sampai di rumah di langsung masuk kamar tanpa memberi tahu adik-adiknya. “Kenapa tuh kak Fitri? Kesambet setan kali ya?”, tanya Haris. Aryo hanya menggelengkan kepala. Sejak dari sore hingga malam, Fitri terus mengunci kamarnya. Ternyata dia memutar otak berfikir membuat puisi nasionalisme, padahal rasa nasionalismenya sendiri tidak ada. “Gimana nih buat puisinya? Gue harus numbuhin rasa nasionalisme gue”, ucap dalam hatinya. Pepatah bilang ‘dimana ada niat disitu ada jalan’ , terbukti niat Fitri menumbuhkan rasa nasionalisme terwujud. Dengan cepat dia membuat puisi. Terdengar suara pintu di ketuk “kak, udah malam, keluar dulu makan malam kak”, ajak Aryo. Fitri bergegas keluar dan bergabung dengan keluarganya. “Kok dari pulang sekolah tadi mengunci diri terus di kamar?” , tanya ibu. “Yang lebih aneh bu, tadi pas pulang sekolah cemberut, eh sekarang girang banget, nakutin nih kakak, kesambet setan”, tambah Haris. Fitri hanya tersenyum dan berkata, “bu, Fitri baru sadar jika kita mncintai Negara kita sendiri rasa ingin mengharumkan Negara pasti timbul”. “Nah, gitu dong kak, nasionalismenya ada”, tambah Haris. Pagi hari itu, hari dimana Fitri akan menunjukkan rasa cinta pada tanah airnya sendiri. Karena semangat dia pergi ke sekolah dengan mengikat bendera merah putih di motornya dan di kepalanya. “Wah nasionalismenya tinggi nih kakakku” , kata Aryo sambil tersenyum. “Itu baru kakakku” , tambah Haris yang naik motor di bonceng Aryo. “Iya dong, kita kan tinggal dan hidup di Indonesia, selakunya kita mendukung dong, MERDEKA” , teriaknya.
Sesampai di sekolah dia hanya memasang muka senang dan percaya diri untuk berpidato. Dan benar saja, pidatonya sungguh luar biasa. Tamu dari dinas pendidikan terlihat senang dan bangga. Fitri menunjukkan rasa nasionalismenya dengan semangat 45. Teman-temannya pun heran dan tak ragu untuk memberikan tepuk tangan yang kencang dan meneriakkan Fitri….Fitri…Fitri…
Dan di akhir penampilannya di atas panggung berpidato, dia menghormati bendera lantas melepas ikat bendera kepalanya dan berteriak, INDONESIA.

 

Dwi Panca Agustini

Copyright© All Rights Reserved by Dwi Panca agustini