Kemerdekaan!!!
Masih merdekakah kau
Indonesia
setelah kau rajut usia dari debu-debu jalan raya
dalam kaleng rombeng
recehan angka milik pengemis belia
yang mendendangkan kidung lara
bersama hembusan dupa dari opelet tua
masih merdekakah kau Indonesia
ketika musyawarah berubah dari mufakat
menjadi siasat
ketika wakil rakyat lebih mewakili penjahat
ketika gedung dewan lebih mirip kandang hewan
dan ketika pejabat negara tega menjadi pengkhianat bangsa
Masih merdekakah kau Indonesia
dalam kemerdekaan yang kau sendiri tak paham maknanya
karena matamu telah dibutakan
dan mulutmu disekat rapat-rapat
serta telinga cuma sekedar bunga tanpa rupa
Masih merdekakah kau Indonesia
padahal telah banyak disumbangkan darah dan air mata
dan berjuta nyawa yang akhirnya cuma sekedar wana luka
Masih merdekakah kau Indonesia?
setelah kau rajut usia dari debu-debu jalan raya
dalam kaleng rombeng
recehan angka milik pengemis belia
yang mendendangkan kidung lara
bersama hembusan dupa dari opelet tua
masih merdekakah kau Indonesia
ketika musyawarah berubah dari mufakat
menjadi siasat
ketika wakil rakyat lebih mewakili penjahat
ketika gedung dewan lebih mirip kandang hewan
dan ketika pejabat negara tega menjadi pengkhianat bangsa
Masih merdekakah kau Indonesia
dalam kemerdekaan yang kau sendiri tak paham maknanya
karena matamu telah dibutakan
dan mulutmu disekat rapat-rapat
serta telinga cuma sekedar bunga tanpa rupa
Masih merdekakah kau Indonesia
padahal telah banyak disumbangkan darah dan air mata
dan berjuta nyawa yang akhirnya cuma sekedar wana luka
Masih merdekakah kau Indonesia?
CERPEN KEMERDEKAAN~~~
Indonesia……Indonesia…..Indonesia…..
Teriakan seperti itu terdengar jelang pertandingan sepak bola Indonesia menghadapi Thailand malam ini. Tidak termasuk rumah Pak Abi, anak-anaknya sangat optimis Indonesia bisa menang. Kecuali Fitri, sang kakak sulung yang tidak pernah yakin Indonesia bakal menang, “Thailand tetap lebih baik di banding Indonesia” katanya sambil duduk di kursi menunggu pertandingan mulai. “Jangan gitu kak, buktinya Malaysia sama Laos aja di abisin”, Haris si bungsu membalas. “Yaudah sekarang kita liat aja Indonesia mainnya gimana”, kata Aryo bijak. Pak Abi yang baru saja membeli makanan di luar hampir ketinggalan kick off-nya. “Sudah kick off belum?”, tanya Pak Abi. “Belum yah, kok lama banget sih beli makanannya?”, tanya Aryo. “Tadi belinya antri banyak banget”, balas ayah. Tak lama mereka berbincang kick off mulai, Babak pertama skor masih tanpa gol. “Yah kalo gini mah mana bisa ngalahin Thailand kayak Malaysia dan Laos”, sesal Haris. “Jelas ga bisa dong ris, Thailand itu raksasa ASEAN, bisa apa negara kecil kayak kita ngalahin Thailand?”, tanya Fitri. “iiihh…kakak ini gak punya rasa nasionalisme ya?”, geram Haris. Pak Abi langsung menenangkan,”sudah sudah jangan berkelahi, itu makanannya dimakan keburu dingin, mumupung babak kedua belum mulai”. Harapan Fitri terwujud, Thailand mencetak gol. “Apa kataku, Thailand masih terlalu tangguh”. Haris mulai kesal dengan ucapan kakaknya itu, “liat saja nanti pasti Indonesia menang”. Memang betul apa yang di kata Haris, Bambang Pamungkas mencetak dua gol pinalti dan mengalahkan Thailand. “Horee… Indonesia menang…..tuh kan kak liat sendiri gimana Indonesia sekarang? Thailand di libas” , Haris sambil berjoget di depan muka kakaknya. Fitri cemberut dan berkata, “gol pinalti aja bangga”. “Yang penting menang weee….”, Haris sambil menjulurkan lidahnya.
Pagi harinya Fitri sekolah, dan
teman-temannya semua membicarakan kemenangan Indonesia. Fitri hanya terdiam
kalau temannya membicarakan kemenangan Indonesia. “Fit, lo kok diem aja sih?
Indonesia kan menang tadi malam”, tegur Devi. “iya nih masa’ timnas menang
murung, gak ada nasionalismenya nih”, tambah Rini. “iya gue tau kok Indonesia
hebat sekarang ini”, jawab Fitri. “Nah terus kenapa lo tetep murung? Apa yang
bikin rasa cinta tanah air lo itu berkurang sih?”, tanya Erwin penasaran. “gak
tau juga win”, jawab Fitri polos.
Tak lama kemudian guru Bahasa Indonesia
masuk dan memberi tugas, “berhubung besok sekolah kita kedatangan tamu dari
dinas pendidikan, kita akan membuat acara dan ibu menunjuk Fitri berpidato
tentang kemenangan Indonesia”. Fitri terkejut dan tidak percaya. Namun akhirnya
Fitri menerimanya.
Sampai di rumah di langsung masuk kamar
tanpa memberi tahu adik-adiknya. “Kenapa tuh kak Fitri? Kesambet setan kali
ya?”, tanya Haris. Aryo hanya menggelengkan kepala. Sejak dari sore hingga
malam, Fitri terus mengunci kamarnya. Ternyata dia memutar otak berfikir
membuat puisi nasionalisme, padahal rasa nasionalismenya sendiri tidak ada.
“Gimana nih buat puisinya? Gue harus numbuhin rasa nasionalisme gue”, ucap
dalam hatinya. Pepatah bilang ‘dimana ada niat disitu ada jalan’ , terbukti
niat Fitri menumbuhkan rasa nasionalisme terwujud. Dengan cepat dia membuat
puisi. Terdengar suara pintu di ketuk “kak, udah malam, keluar dulu makan malam
kak”, ajak Aryo. Fitri bergegas keluar dan bergabung dengan keluarganya. “Kok
dari pulang sekolah tadi mengunci diri terus di kamar?” , tanya ibu. “Yang
lebih aneh bu, tadi pas pulang sekolah cemberut, eh sekarang girang banget,
nakutin nih kakak, kesambet setan”, tambah Haris. Fitri hanya tersenyum dan
berkata, “bu, Fitri baru sadar jika kita mncintai Negara kita sendiri rasa
ingin mengharumkan Negara pasti timbul”. “Nah, gitu dong kak, nasionalismenya
ada”, tambah Haris. Pagi hari itu, hari dimana Fitri akan menunjukkan rasa
cinta pada tanah airnya sendiri. Karena semangat dia pergi ke sekolah dengan
mengikat bendera merah putih di motornya dan di kepalanya. “Wah nasionalismenya
tinggi nih kakakku” , kata Aryo sambil tersenyum. “Itu baru kakakku” , tambah
Haris yang naik motor di bonceng Aryo. “Iya dong, kita kan tinggal dan hidup di
Indonesia, selakunya kita mendukung dong, MERDEKA” , teriaknya.
Sesampai di sekolah dia hanya memasang muka
senang dan percaya diri untuk berpidato. Dan benar saja, pidatonya sungguh luar
biasa. Tamu dari dinas pendidikan terlihat senang dan bangga. Fitri menunjukkan
rasa nasionalismenya dengan semangat 45. Teman-temannya pun heran dan tak ragu
untuk memberikan tepuk tangan yang kencang dan meneriakkan Fitri….Fitri…Fitri…
Dan di akhir penampilannya di atas panggung berpidato, dia
menghormati bendera lantas melepas ikat bendera kepalanya dan berteriak,
INDONESIA.
0 komentar:
Posting Komentar